Himmatul Aliyah: Jangan Biarkan Anak-Anak di Daerah 3T Kehilangan Hak Pendidikan Layak!
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Himmatul Aliyah saat meninjau SMP Negeri 7 Kupang Tengah di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Foto: Saum/vel
PARLEMENTARIA, Kupang - Wakil Ketua Komisi X DPR RI Himmatul Aliyah menyampaikan keprihatinannya terhadap kondisi sekolah di daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal). Sekolah yang seharusnya menjadi tempat belajar nyaman justru menghadapi kendala serius, baik dari segi infrastruktur maupun fasilitas pendidikan.
“Kita tidak boleh lagi melihat sekolah dalam kondisi seperti itu. SMP ini bahkan tidak jauh dari pusat kota, tetapi fasilitasnya sungguh memprihatinkan,” tutur Himmatul kepada Parlementaria usai meninjau SMP Negeri 7 Kupang Tengah di Kupang, Nusa Tenggara Timur, Jumat (6/12/2024).
Menurutnya, kondisi sekolah tersebut menunjukkan minimnya keseriusan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, padahal pendidikan menjadi amanat konstitusi yang sudah tercantum dalam UUD 1945.
Politisi Fraksi Partai Gerindra itu menjelaskan bahwa para siswa SMP Negeri 7 Kupang Tengah masih harus berbagi ruang dengan sekolah dasar tetangga karena sekolah mereka tidak memiliki bangunan yang layak. “Yang lebih menyedihkan, ketika ujian berbasis komputer, mereka harus mengikuti ujian di sebuah gubuk tanpa kursi atau meja, hanya menggunakan alas seadanya. Ini tentu jauh dari standar pendidikan yang layak,” ungkapnya.
Situasi ini, lanjut Himmatul, seharusnya menjadi perhatian semua pihak, terutama pemerintah daerah yang memiliki peran penting dalam menyediakan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai.
Maka dari itu, turut mewakili Komisi X DPR RI, ia mendorong para pemangku kepentingan untuk segera berkoordinasi dengan pemerintah daerah guna menyediakan solusi jangka pendek maupun jangka panjang. Ia pun menegaskan pentingnya pengawasan terhadap kondisi infrastruktur pendidikan, baik oleh DPR pusat maupun DPRD di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
“Jika kita tidak turun langsung, kita tidak akan tahu kondisi sebenarnya. Pengawasan menyeluruh ini adalah kunci untuk memastikan pemerataan pendidikan di seluruh Indonesia,” ujarnya.
Selain masalah infrastruktur, dirinya juga menyoroti kurangnya buku-buku pendidikan dan bacaan yang layak untuk siswa di wilayah 3T. “Sebetulnya pemerintah pusat melalui Perpustakaan Nasional telah menyediakan buku bacaan. Namun, untuk buku pendidikan, ini adalah tanggung jawab Kementerian Pendidikan yang harus segera kita dorong agar distribusi buku lebih diprioritaskan ke daerah 3T,” jelas Himmatul.
Menurutnya, kebutuhan bahan bacaan yang layak adalah masalah mendesak yang harus diselesaikan untuk mendukung kualitas pendidikan. “Penyaluran buku harus lebih terarah dan benar-benar menyasar daerah yang paling membutuhkan,” tegasnya.
Menutup pernyataannya, ia berharap, kunjungan dan temuan ini menjadi titik awal untuk perubahan yang lebih baik. Oleh karena itu, ia mendorong semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah pusat, daerah, dan legislatif, untuk berkolaborasi memperbaiki kondisi pendidikan di wilayah-wilayah tertinggal.
"Kita tidak bisa membiarkan anak-anak Indonesia, terutama yang berada di wilayah 3T, kehilangan haknya untuk mendapatkan pendidikan yang layak,” tutup Himmatul. (ums/rdn)